“Perjalanan Mencintai Diri di Balik Cermin Insecurity”
Aku mau cerita soal perasaanku. Sebenarnya, aku tuh insecure parah, tapi orang-orang seringkali mengira aku orang yang percaya diri. Mungkin karena aku terlihat bahagia, banyak tertawa, dan sering cerita sama orang-orang yang aku temui. Jadi, banyak yang bilang, “Yuly mah nggak ada insecure-insecurenya,” padahal, di dalam hati, perasaan insecure itu besar banget. Mungkin hanya orang-orang terdekat yang benar-benar tahu sisi ini dari diriku.
Alasanku kelihatan nggak terlalu insecure adalah karena aku udah banyak melewati momen berat. Dari SMP, aku sering nangis-nangis sama bapak sepulang sekolah. SMA malah lebih parah. Setiap kali aku pulang kampung, aku curhat ke mama dan bapak, “Ma, kenapa aku nggak cantik? Kenapa leherku nggak bagus? Kenapa mukaku kelihatan tua?” Mama selalu jawab, “Siapa yang bilang begitu? Kamu itu cantik!” Dia bilang, banyak orang yang berharap punya leher kayak aku. Awalnya aku ketawa, tapi mama cerita lagi, katanya, leher kayak punyaku tuh tanda pembawa rezeki.
Waktu SMA juga aku sering nangis ke bapak, bilang kalau aku ngerasa nggak cantik, kenapa leherku berlipat-lipat, kenapa nggak kayak orang-orang lain. Tapi bapak selalu menenangkan, katanya aku cantik, rajin, dan anak Tuhan yang baik. Dari SMP dan SMA, aku memang aktif di kegiatan rohani, seperti panitia Natal, jadi bapak sering bilang kalau aku anak yang membanggakan.
Dukungan dari mama dan bapak itu yang bikin aku kuat dan lebih menerima diriku. Kadang masih ada rasa insecure, terutama saat membandingkan diri dengan orang lain, tapi aku ingat lagi dukungan mereka dan rasa sayang mereka ke aku. Aku sadar kalau orang-orang yang benar-benar mencintai kita, merekalah yang membuat kita merasa berharga dan nggak perlu insecure sama diri sendiri.
Jadi, mungkin banyak dari kita yang merasa insecure, tapi ingatlah, ada orang-orang yang selalu dukung dan sayang sama kita apa adanya.
Komentar
Posting Komentar