Postingan

Almost, But Never Ours

Gambar
Pada tanggal 13 Februari. Ada sesuatu yang ironis sekaligus manis dari tanggal itu   seolah semesta sengaja menempatkan kami satu hari sebelum hari yang biasanya dirayakan oleh seluruh pasangan di dunia. Sejak saat itu, aku merasa seperti mendapat kesempatan kedua untuk mengulang kebahagiaan yang dulu pernah patah di tangan kami sendiri. Aku bahagia. Luar biasa bahagia. Aku sayang, dan aku cinta dengan segala kebodohan yang tak bisa kuhilangkan sejak awal.   Tapi sejak hari itu pula, aku belajar bahwa harapan kecil bisa menjadi sumber luka besar. Karena meski aku tidak pernah meminta apa-apa, selalu ada keinginan sederhana yang kupendam: diperhatikan, diingat, disayangi tanpa harus meminta.   Tiga tahun bersama, kamu tidak pernah memberi kado apa pun. Tidak ada bunga, tidak ada cokelat, tidak ada hadiah kecil yang biasanya pasangan lain bagikan dengan malu-malu. Aku bilang tidak apa-apa. Tapi diam-diam aku tetap berharap. Dan seperti biasa, harapan itu jatuh begitu saja t...

The Silence That Speaks to God

Gambar
Ada waktunya diam menjadi satu-satunya bahasa yang bisa kupilih, bukan karena aku tak mampu bersuara, melainkan karena aku sadar suara sering kali hanya mengundang perdebatan yang tak pernah menemukan ujungnya. Diamku bukan tunduk pada keadaan, melainkan bentuk perlindungan diri; semacam pagar yang kubangun agar aku tidak semakin hancur oleh tuduhan yang bahkan tidak pernah lahir dari kenyataan. Dan aku tahu, biarlah sebagian kebenaran hanya tinggal di antara aku dan Tuhan, sebab manusia selalu pandai memutarbalikkan cerita sesuai seleranya. Ironisnya, diamku justru dipelintir menjadi kelemahan. Aku dituding haus perhatian, dianggap menebar pesona, seolah hidupku hanya berputar pada pencitraan murahan. Padahal, bila kau sempat menoleh ke belakang, bukankah yang kau temui adalah aku aku yang tetap ada ketika kau terpuruk, aku yang menahan diri saat harga dirimu seharusnya sudah runtuh, aku yang merawat bahkan ketika engkau sendiri tak lagi layak disebut setia? Aku yang berulang kali m...

ONCE WAS ENOUGH

Gambar
Hawa malam membawa tenang saat ponselku berdering. Nama Rio muncul di layar kecil itu, teman satu organisasi yang sudah lama kukenal. Jam menunjukkan pukul 21.15, dan dia datang membawakan titipanku: es krim dan ayam penyet. Dia berdiri di depan pintu kost, menunggu aku membukanya. Begitu kubuka pintu, sorak dan goda dari teman-teman kost langsung membahana. “Siapa itu, Yul? Yang baru, ya?” canda mereka dari balik pintu kamar masing-masing. Mereka tahu aku baru saja putus, hubungan yang melelahkan dan penuh air mata. Aku hanya tersenyum kecil, sementara Rio berdiri di balik pintu dengan senyum simpul. Kami berbicara di depan pintu, obrolan mengalir tentang hal-hal biasa sampai masa lalu, mantan, dan tentu saja teman-temannya yang gemar berkomentar. Sesekali, kami tertawa getir saat mengenang teman-teman Rio yang suka memperbesar hal kecil, terutama soal hubungan. Tapi ada sesuatu yang berbeda dalam percakapan ini suasana akrab yang dulu terasa ringan kini sedikit canggung. Ada cerita l...