Awal Masuk Kuliah

-
Aku mengira semua ini hanya ada dikhayalan dan cerita fiksiku, ternyata kejadian ini nyata dimana kaki mungilku sudah menginjakkan kaki di gedung perkuliahan setelah aku lulus dari SMA favorit di kampungku.

Namaku Yuly Tarihoran aku alumni dari SMA N 1 SORKAM BARAT tepatnya dibulan 04-2022 tahun lalu aku tamat dari SMA yang banyak sekali kenangan bersama teman-temanku (kan jadi rindu mereka) :( 

okay back to story

setalah aku lulus SMA aku mencoba untuk mendaftar perkuliahan dinegeri dengan Puji Tuhan aku diterima disalah-satu kampus negeri dikalimantan tetapi orang tuaku melarang untuk berkuliah disana saat itu aku benar-benar sedih tapi dengan banyaknya drama yang terjadi aku akhirnya mengikuti permintaan orangtuaku untuk tidak melanjutkannya.

kalian kira dengan kuliahnya aku di Nommensen ini hal yang mudah? tidaakkk... ini semua juga penuh dramaa...

oke baik langsung kecerita awal dimana aku menginjakkan kaki di perkuliahan ini tepatnya di Universitas HKBP Nommensen Medan

ketika kaki mungilku menginjakkan kaki pertama kalinya dikampus Nommensen aku melihat bangunan ini sangat unik sekali kenapa begitu? kalau dikampus lain kan lebih mencolokkan warna tapi kampus ini seperti bangunan tua dengan susunan bata yang begitu rapi tapi unik dan aku suka.

emang sih kampus ini memang sudah tua dan aku baru mengetahuinya ketika aku berkuliah disini benar-benar sangat luarbiasa sekali.

tidak terasa sekarang aku sudah mahasiswa, haha perasaan baru kemaren deh aku memakai baju ptih abu-abu

awal kuliah aku bisa dikatakan orang yang pendiam tapi itu awal yah!!
aku tidak suka dengan pakaian mahasiswa yang seakan-akan memamerkan pakaian siapa yang paling bagus, huhu aku kan jadi iri karna pakaianku kan tidak banyak.

pertama kali aku masuk kuliah rasanya sangat takut, deg-degan banget pasti karena harus bertemu orang-orang baru, lingkungan baru, dan yang tentunya kanalan mulai dari awal lagi. tapi aku masih bersyukur aku masih punya satu temanku dari SMA jadi tidak begitu tegang-tegang banget.

hari pertama masuk kuliah tidak begitu ada kesan yang menarik tapi ada yang membuatku sedikit senang dihari itu salah-satu teman yang katanya satu ruangan denganku mencariku karna kemarin waktu PKMB dia yang pertama kali kuajak kenalan dan dia juga begitu ramah.

hari kedua tentunya sangat berbeda dengan hari pertama dimana mereka sangat ramah berbeda dengan yang ada dipikiranku dan lama-kelamaan pertemanan itu mengalir saja dengan keakraban.

masuk kuliah memang harus sabar dan harus bisa menahan emosi supaya tidak terjadi kesalapahaman karna aku sudah mengalaminya yang mengakibatkan permusuhan eh sekrang sudah menjadi asing.

mereka berempat ya.. mereka berempat yang mengisi hari-hariku dengan ceritaku dan tingkahku yang aneh tapi mereka sangat sabar mengahadapiku dan aku merasa disini aku mendapatkan rumah untuk bercerita.

awal masuk kuliah ini bisa dibilang sebagai masa-masa penyesuaian, dimana perubahan dari masa sekolah ke perkuliahaan perlu dilakukan penyesuaian diri, yang biasanya waktu sekolah hanya memakai seragam yang ditetapkan sekolah namun sekarang harus memakai pakaian bebas, nah karna ini nih bingung banget besok aku pakai baju apa yah aku tidak begitu punya banyak pakaian, tapi karna niatku dari awal kuliah jadi aku tidak begitu peduli.

ditaman itu yang membuat otak kepalaku sedikit sejuk stelah selesai perkuliahan yang begitu melelahkan aku melihat dia, aku melihat senyumnya yang begitu manis, aku melihat dia yang begitu sopan, aku melihat dia yang begitu ramah dan menghargai orang lain sampai sekarang aku masih mencari dia tapi aku ga tau dia fakultas dan stambuk berapa. ada yang tau? wkwk

sejuknya taman menerpa wajahku yang sekalinya memandang dia yang melintasiku dan seakan-akan tidak ingin lepas dari pandanganku, rasanya ingin dia selalu tetap ada dihadapanku.


Pengen banget cerita banyak tapi nanti kalian bosan pasti..

🌻🌻🌻🌻













 




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Silence That Speaks to God

-
Gambar
Ada waktunya diam menjadi satu-satunya bahasa yang bisa kupilih, bukan karena aku tak mampu bersuara, melainkan karena aku sadar suara sering kali hanya mengundang perdebatan yang tak pernah menemukan ujungnya. Diamku bukan tunduk pada keadaan, melainkan bentuk perlindungan diri; semacam pagar yang kubangun agar aku tidak semakin hancur oleh tuduhan yang bahkan tidak pernah lahir dari kenyataan. Dan aku tahu, biarlah sebagian kebenaran hanya tinggal di antara aku dan Tuhan, sebab manusia selalu pandai memutarbalikkan cerita sesuai seleranya. Ironisnya, diamku justru dipelintir menjadi kelemahan. Aku dituding haus perhatian, dianggap menebar pesona, seolah hidupku hanya berputar pada pencitraan murahan. Padahal, bila kau sempat menoleh ke belakang, bukankah yang kau temui adalah aku aku yang tetap ada ketika kau terpuruk, aku yang menahan diri saat harga dirimu seharusnya sudah runtuh, aku yang merawat bahkan ketika engkau sendiri tak lagi layak disebut setia? Aku yang berulang kali m...
Baca selengkapnya

Almost, But Never Ours

-
Gambar
Pada tanggal 13 Februari. Ada sesuatu yang ironis sekaligus manis dari tanggal itu   seolah semesta sengaja menempatkan kami satu hari sebelum hari yang biasanya dirayakan oleh seluruh pasangan di dunia. Sejak saat itu, aku merasa seperti mendapat kesempatan kedua untuk mengulang kebahagiaan yang dulu pernah patah di tangan kami sendiri. Aku bahagia. Luar biasa bahagia. Aku sayang, dan aku cinta dengan segala kebodohan yang tak bisa kuhilangkan sejak awal.   Tapi sejak hari itu pula, aku belajar bahwa harapan kecil bisa menjadi sumber luka besar. Karena meski aku tidak pernah meminta apa-apa, selalu ada keinginan sederhana yang kupendam: diperhatikan, diingat, disayangi tanpa harus meminta.   Tiga tahun bersama, kamu tidak pernah memberi kado apa pun. Tidak ada bunga, tidak ada cokelat, tidak ada hadiah kecil yang biasanya pasangan lain bagikan dengan malu-malu. Aku bilang tidak apa-apa. Tapi diam-diam aku tetap berharap. Dan seperti biasa, harapan itu jatuh begitu saja t...
Baca selengkapnya

ONCE WAS ENOUGH

-
Gambar
Hawa malam membawa tenang saat ponselku berdering. Nama Rio muncul di layar kecil itu, teman satu organisasi yang sudah lama kukenal. Jam menunjukkan pukul 21.15, dan dia datang membawakan titipanku: es krim dan ayam penyet. Dia berdiri di depan pintu kost, menunggu aku membukanya. Begitu kubuka pintu, sorak dan goda dari teman-teman kost langsung membahana. “Siapa itu, Yul? Yang baru, ya?” canda mereka dari balik pintu kamar masing-masing. Mereka tahu aku baru saja putus, hubungan yang melelahkan dan penuh air mata. Aku hanya tersenyum kecil, sementara Rio berdiri di balik pintu dengan senyum simpul. Kami berbicara di depan pintu, obrolan mengalir tentang hal-hal biasa sampai masa lalu, mantan, dan tentu saja teman-temannya yang gemar berkomentar. Sesekali, kami tertawa getir saat mengenang teman-teman Rio yang suka memperbesar hal kecil, terutama soal hubungan. Tapi ada sesuatu yang berbeda dalam percakapan ini suasana akrab yang dulu terasa ringan kini sedikit canggung. Ada cerita l...
Baca selengkapnya